Pemerintah melalui prepres nomor 87 tahun 2017 mengeluarkan peraturan tentang penguatan pendidikan karakter. Dikeluarkannya perpres tersebut tentunya membawa angin segar bagi terciptanya kesejukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Khususnya dalam konteks terbentuknya anak bangsa yang memilki nilai-nilai luhur atau berkarakter. Ada delapan belas karakter yang ingin dicapai dalam program ini. Yaitu religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri , demokratis, rasa ingin tahu, semangat dan kebangsaaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung jawab. Kedelapan belas nilai karakter ini nantinya akan dikristalisasi menjadi lima nilai utama, yaitu religious, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas.
Karakter, menurut Soemarno Soedarsono merupakan sebuah nilai yang sudah terpatri di dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian di padukan dengan nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan menjadi niali intrinsic yang terwujud di dalam system daya juang yang kemudian mendasari sikap, prilaku, dan pemikiran seseorang. Sedangkan menurut kemdikbud, karakter merupakan bentuk cara berfikir serta serta berprilaku seseorang yang nantinya akan menjadi ciri khasnya.
Proses pembentukan karakter di awali dengan pembiasaan. Proses pembiasaan inilah yang kita kenal dengan budaya atau pembudayaan. Maka, dalam rangka membentuk karakter yang ditujju, perlu di bangun budaya positif dilingkungan sekolah. Budaya sekolah dimaknai dengan tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut di sekolah. Artinya, budaya sekolah ini berisi kebiasaan-kebiasan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebiasan positif ini sudah membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk.
Ada lima budaya sekolah yang dikembangkan di SMKN 1 Lubuk Sikaping. Yaitu :
Pertama, gerakan literasi sekolah.
Gerakan ini bertujuan menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan leiterasi sekolah atau GLS, agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Program ini tentunya selaras dengan peraturan yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu permendikbud nomor 23 tahun 2015 tetang penumbuhan budi pekerti. Salah satu program yang dicangkan adalah kegiatan 15 menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengatahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti beriupa kearifan lokal, nasioanal, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Kedua, kegiatan Ekstra kulikuluer.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan minat dan bakat pesera didik. Sekolah perlu memfasilitasi terselenggaranya proses penumbuhkembangan minat dan bakat itu. Dengan kegiatan tersebut, seorang peserta didik akan terbiasa dengan berbagai macam kegiatan positif. Baik menyangkut kemampuan fisik mauapun mental. Ada banyak ekstrakulikuler yang bisa dikembangkan, seperti pramuka, kerohanian, olah raga, seni dan karya ilmiah. Dimasa pandemi covid 19 , kegiatan ekstrakurikuler tidak bisa dilaksanakan
Ketiga , menetapkan kegiatan pembiasaan pada awal dan akhir KBM
Kegiatan ini bertujuan membentuk kebiasaan harian yang bersifat rutin. Bentuknya tidak terlalu berat hanya memerlukan konsistensi. Karena rutin, biasanya cenderung disepelelkan. Oleh sebab itu, guru selaku penanggung jawab kegiatan ini memegang peranan penting dalam menjaga keterlaksanaan program ini. Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain, mengikuti upacara bendera, apel, menyanyikan lagu Indonesia raya, Lagu Nasional, dan berdoa bersama.
Diakhir pelajaran, kegiatan serupa juga perlu dilakukan. Antara lain refleksi, menyanyikan lagu Daerah dan berdoa bersama. Tentu bukan hanya di dalam kelas, kegiatan lain di luar kelas bisa juga dilakukan. Seperti menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah dengan senyu, sapa, salam (dalam kondisi normal).
Dengan terlaksananya kebiasaan rutin tersebut, peserta didik akan memperoleh banyak manfaat. Mulai dari kemampuan menyanyikan lagu nasional dan daerah, sikap mental yang baik dalam bentuk refleksi dan doa serta kedekatan emosional melalui kegiatan berjabat tangan.
Keempat, Membiasakan prilaku baik yang bersifat spontan
Kalau poin-poin sebelumnya menjelaskan tentang perilaku yang beritfat rutin, maka pada poin ini menjelaskan tentang perilaku yang bersifat spontan. Hal ini penting, mengingat, karakter itu akan teihat pada spontanitas prilakuknya. Belumlah menjadi karakter yang sesungguhnya jika prilaku yang tampak-secara spontan-adalah perilaku yang buruk. Sopontanitas akan menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memilki karakter yang baik atau belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun perbuatan.
Penilaiaian ini bisa dilakukan terhadap seseorang yang mengalami hal yang tidak diingankan, misalnya terjatuh, merugi, bersalah dan sebagainya, coba lihat dan dengar apa yang diperbuat dan diucpkannya. Jika positif, maka karakter telah terbentuk. Jika negative, berarti karakkter belum senuhnya tertanam.
Namun, semua itu tidak bisa berlangsung denga tiba-tiba. Perlu ada keteladanan dari semua pihak, terutama pendidik dan tenaga kependidikan yang ada. Disinilah ketauladan pendidik diperlukan. Jangan sampai ada perilaku buruk yang ditampilkan di depan peserta didik seperti merokok, berdebat dan berkelahi.
Kelima, Menetapkan tata tertib sekolah
Tata tertib menjadi benteng pembatas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang baik dan tidak baik. Tidak mungkin organisasi tidak memilki tata tertib. Termasuk sekolah. Sekolah perlu membuat tata tertib yang disepakti dan dijalankan bersama. Dengan begitu, situasi disekolah akan berjalan dengan tertib dalam waktu yang lama karena program sekolah berjalan sesuai dengan aturan main.
Tidak cukup roda organisasi hanya dijalankan dengan anjuran demi anjuran. Karena sikap seseorang mudah berubah, apalagi yang menyangkut kebiasaan. Dengan adanya aturan, seseorang akan terikat. Dengan begitu, kebiasaan positif itu akan terus berkembang hingga menjadi karakter.
Dari semua budaya sekolah tersebut perlu adanya I’tikad yang kuat dari pemangku kepentingan untuk mejalankannya. Tanpa itu semua, kebiasaan positif akan berlangsung sesaat dan aturan hanya tinggal aturan. Tidak akan sampai kepada tujuan yang diharapkan yaitu pembentukan karakter. Selain itu, perlu adanya komunikasi yang baik antar unsur pendidikian, yaitu pihak sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Humas SMKN1LBS 150221(DI)